Akibat Pandemi, Skripsi, dan Alternatif

Tulisan ini hendak merespons pendapat Dr. Bramastia M.Pd berjudul Skripsi di Musim PandemiĀ  Dalam artikel tersebut, Dr. Bramastia M.Pd mempersoalkan petisi berjudul Kemdikbud RI: Karena Covid-19, Bebaskan Biaya Kuliah dan Tugas Akhir Mahasiswa Semester Akhir yang dilayangkan oleh Fahrul Adam kepada Kemdikbud dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia.

Dengan melabeli petisi selanjutnya sebagai petisi “manja”, Dr. Bramastia kemudian berpikiran penghapusan skripsi di tengah pandemi Covid-19 adalah perihal yang berlebihan. Saya menduga, Dr. Bramastia cuma membaca bagian judul dari pengantar petisi tersebut. Sehingga dakwaan maupun penjabaran yang mendukungnya seakan nampak dari konteks masalah yang dijabarkan oleh Fahrul Adam.

Bukan Perkara Manja

Seperti diuraikan Fahrul di dalam pengantar, sesungguhnya keinginan untuk menyebabkan petisi selanjutnya bermula dari kebijakan social distancing yang nyaris menyentuh semua sektor. Tidak kecuali sektor pendidikan. Implementasi sosial di sektor pendidikan tertuang di dalam Surat Edaran Kemdikbud No 36962/MPK.A/HK/2020 mengenai Pembelajaran Secara Daring dan Bekerja dari Rumah Untuk Mencegah Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).

Sayangnya, kebijakan selanjutnya tidak memuat alternatif bagi mahasiswa semester akhir yang tengah merampungkan tugas akhir. Alhasil, para mahasiswa semester akhir merasa dilematis. Mereka menghendaki lulus tepat waktu bersama dengan alasan meringankan beban orangtua. Namun yang berlangsung justru sebaliknya. Mereka wajib menunda kelulusan lantaran adanya kebijakan social distancing yang menyusahkan mereka di dalam sistem pengerjaan skripsi. Utamanya di dalam lakukan penelitian lapangan.

Situasi semacam ini pasti tidak bisa disikapi bersama dengan sabar dan tabah layaknya yang diutarakan Dr. Bramastia di dalam artikelnya. Mengingat, pandemi ini termasuk berdampak terhadap sektor ekonomi masyarakat. Ancaman turunnya penghasilan sudah ada di depan mata. Sementara belum ada alternatif kebijakan dari Kemdikbud yang membicarakan perihal ongkos kuliah bagi mahasiswa akhir yang terpaksa menunda kelulusannya ini juga berakibat juga bagi jasa pembuatan skripsi kedokteran dimasa pandemi ini.

Jika keadaan ini terus berlangsung, bukan tidak barangkali para mahasiswa akhir akan mengakhiri jaman studinya lantaran terbelit biaya. Atas basic keadaan objektif ini, Fahrul kemudian menyebabkan petisi yang memuat tiga keinginan kepada Kemdikbud dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Tiga keinginan Fahrul yaitu melepaskan mahasiswa semester akhir dari ongkos kuliah, mengganti tugas akhir skripsi sebagai prasyarat kelulusan, dan memberi tambahan perpanjangan belajar bagi mahasiswa angkatan 2013.

Sejauh ini, belum ada tanggapan dari Kemdikbud dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia perihal petisi tersebut. Kebijakan mengenai nasib mahasiswa akhir di tengah pandemi Covid-19 justru datang dari sebagian kampus. Institut Teknologi Bandung (ITB) misalnya, sudah memberi tambahan alternatif bagi mahasiswa semester akhir berbentuk pengerjaan skripsi berbasis belajar literatur bersama dengan penelitian non lapangan. Kebijakan yang mirip termasuk sudah dikerjakan oleh Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Dalam keadaan pandemi ini, UNESA menghapus skripsi bagi mahasiswa akhir dan menggantinya bersama dengan artikel ilmiah.

Penulisan karya ilmiah layaknya skripsi itu penting. Selain sebagai pertanggungjawaban akademik, karya ilmiah layaknya skripsi termasuk miliki peran di dalam pengembangan ilmu ilmu dan memajukan reputasi institusi pendidikan tinggi. Oleh karena itu, jadi sebuah ironi bila skripsi akan dihapuskan. Tetapi, untuk waktu ini situasinya tidak layaknya yang kita bayangkan. Kita tengah menghadapi pandemi yang entah kapan akan berakhir.

Di China, Presiden Xi sudah mewanti-wanti adanya gelombang kedua pandemi. Di Indonesia, hingga waktu ini kuantitas pasien positif Covid-19 terus merangkak naik. Per 13 April 2020 saja, kuantitas pasien positif sudah menyentuh angka 4.557 pasien positif, 399 orang meninggal dunia, dan 360 pasien dinyatakan sembuh. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 BPNB bahkan tidak bisa memprediksi kapan pandemi ini akan memuncak dan berakhir di Indonesia.

Berangkat dari ketidakpastian ini, maka urgensinya adalah memutus rantai penyebaran pandemi Covid-19. Pemerintah sebagian waktu lalu termasuk sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Sebagai warga negara, sudah mestinya kita bersama mentaati kebijakan tersebut.

Karenanya, jadi penting sehingga Kemdikbud bersama dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi se-Indonesia untuk duduk bersama dengan dan bagaimana nasib mahasiswa akhir di jaman pandemi ini. Urgensi penggantian tugas akhir skripsi bukan karena mahasiswa akhir tidak cukup rendah hati terhadap ilmu. Melainkan, karena ketidakpastian-ketidakpastian yang mengancam jaman belajar mereka kecuali pandemi ini tak kunjung berakhir.