
Pajak Perusahaan yang Harus Dipenuhi Tiap Bulan
Pajak perusahaan bulanan kudu dibayarkan agar bisnis yang anda melakukan makin melejit dan makin kredibel di mata klien atau pelanggan. Setelah mendirikan dan beroleh perizinan berusaha, tersedia lebih dari satu kewajiban perusahaan berkaitan pajak yang kudu dipatuhi. Umumnya, perusahaan hanya repot mengurus pajak terhadap masa-masa pelaporan SPT Tahunan. Padahal, kewajiban berikut tersedia yang kudu dipenuhi bulanan dan tahunan.
Semua perusahaan baik itu berupa perusahaan perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum, bila sudah punyai NPWP maka sudah melekat kewajiban perpajakan pada perusahaan tersebut. Hal ini dicantumkan didalam Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 perihal Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (“UU No.6/1983”), yang tunjukkan bahwa:
Setiap Wajib Pajak perlu mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, didalam bhs Indonesia dengan gunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata duit Rupiah, dan menandatangani dan juga menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak area Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau area lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, pemerintah sudah memberikan kepercayaan kepada perlu pajak baik perusahaan maupun perorangan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak secara mandiri atau yang biasa dikenal dengan arti “Self-Assesment System”.
Baca juga rekomendasi : jasa konsultan pajak pt
Walaupun perlu perusahaan pajak diberikan kepercayaan oleh Kantor Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya secara mandiri, tetapi jangan disalahgunakan, gara-gara sanksinya berat. Pasal 13A UU No.6/1983 tunjukkan bahwa:
Wajib Pajak yang gara-gara kealpaannya tidak memberikan Surat Pemberitahuan atau memberikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau sertakan keterangan yang isinya tidak benar agar mampu mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana bila kealpaan selanjutnya pertama kali dikerjakan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak selanjutnya perlu melunasi kekurangan pembayaran kuantitas pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) berasal dari kuantitas pajak yang tidak cukup dibayar yang ditetapkan lewat penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Kewajiban pajak perusahaan, tersedia yang bulanan dan tahunan. Adapun kewajiban pajak bulanan (SPT Masa) adalah kewajiban pajak perusahaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak bulanan, yaitu:
Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
Pajak pendapatan Pasal 21 (PPh 21) adalah pajak atas pendapatan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan didalam wujud apa-pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dikerjakan oleh perlu pajak orang privat didalam negeri. Besarnya PPh 21 yang terutang ditentukan dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif Pasal 17 UU PPh (Undang-undang no dan th. berapa)
sebagai berikut:
Jumlah Penghasilan per Tahun | Tarif Pajak |
0 – Rp. 50 juta | 5 persen |
Rp. 50 juta s/d Rp. 250 juta | 15 persen |
Rp. 250 juta s/d Rp. 500 juta | 25 persen |
> Rp. 500 juta | 30 persen |
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)
Pajak lain yang menjadi kewajiban bagi perusahaan yang sudah berjalan adalah PPh Pasal 23. PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak atas transaksi-transaksi berikut ini:
- Pembayaran dividen / pembagian keuntungan kepada pemegang saham yang berbentuk perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham paling besar 25%.
- Pembayaran royalty.
- Pembayaran bunga pinjaman selain kepada bank.
- Pembayaran hadiah, penghargaan dan bonus selain yang dipotong PPh Pasal 21.
- Pembayaran sewa atas penggunaan harta.
- Pembayaran imbalan sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan dan Jasa Lain yang diatur ketentuannya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.
Sebagai patokan, tarif PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:
No | Jenis Penghasilan | Tarif Memiliki NPWP | Tarif Tidak Memiliki NPWP |
1 | Dividen | 15% | 30% |
2 | Royalti | ||
3 | Bunga Pinjaman | ||
4 | Hadiah, Penghargaan dan Bonus | ||
5 | Sewa atas penggunaan Harta | 2% | 4% |
6 | Jasa |
Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)
PPh pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi dengan wajib pajak luar negeri. Perusahaan di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran baik itu berupa gaji, jasa, dividen, bunga, royalty, sewa, dan lain-lain kepada wajib pajak luar negeri diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 26. Pada dasarnya objek dari penghasilan yang dikenakan PPh pasal 26 sama dengan objek penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21 dan PPh pasal 23, yang membedakan adalah penerima penghasilannya, yaitu orang asing atau badan asing. Tarif pemotongan PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% persen dari penghasilan bruto yang diterima oleh orang asing atau badan asing.
Namun, tarif pemotongan PPh Pasal 26 tersebut dapat berubah menjadi lebih rendah atau bahkan bisa jadi tidak dikenakan pajak, apabila negara penerima penghasilan tersebut memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty dengan Indonesia. Untuk memanfaatkan tarif sesuai dengan P3B, penerima penghasilan wajib menunjukkan Surat Keterangan Domisili dari negara asalnya.
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) (PPh 4 (2))
PPh Pasal 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi persewaan atas tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, penghasilan atas usaha dari jasa konstruksi, dan penghasilan yang berasal dari dividen perusahaan yang dibayarkan kepada orang pribadi. Pemotongan pajak dalam PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat final, artinya bahwa penghasilan yang telah dipotong tersebut tidak diperhitungkan lagi dalam perhitungan SPT Tahunan PPh Badan. Hal ini berbeda dengan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23, dimana penghasilan tersebut akan menjadi bagian dalam penghitungan SPT Tahunan PPh Badan dan bukti pemotongan PPh Pasal 23 tersebut akan menjadi pengurang atau kredit pajak dari PPh Badan yang harus dibayarkan. Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah sebagai berikut:
No. | Jenis Penghasilan | Tarif |
1 | Persewaan atas tanah dan/atau bangunan | 10% |
2 | Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan | 2,5% |
3 | Penghasilan atas usaha Jasa Konstruksi: | |
a. Jasa Pelaksana Konstruksi: | ||
· Memiliki Kualifikasi Usaha Kecil | 2% | |
· Tidak Memiliki Kualifikasi Usaha | 4% | |
· Memiliki Kualifikasi Usaha Selain Kecil | 3% | |
b. Jasa Perencanaan & Pengawasan Konstruksi | ||
· Memiliki Kualifikasi Usaha | 4% | |
· Tidak Memiliki Kualifikasi Usaha | 6% | |
4 | Dividen yang dibayarkan kepada Orang Pribadi | 10% |
Penentuan Kualifikasi Usaha dari perusahaan jasa konstruksi dapat dilihat pada Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.